Follow Us

Pandemi, Ramadhan dan Raja Diri….      Dua tahun ini bumi tak seperti biasanya, alam semesta sedang tidak baik-baik saja, semua berubah begi...

Pandemi, Ramadhan dan Raja Diri….

    Dua tahun ini bumi tak seperti biasanya, alam semesta sedang tidak baik-baik saja, semua berubah begitu cepat dikarenakan pandemi yang melanda. Kesehatan, kesejahteraan, kehangatan dan keakraban seolah-olah direnggut oleh keadaan.

    Hal yang paling menyesakan ketika nuansa beribadah  perlahan mulai berubah, pandemi ini memaksa para ulama untuk berijtihad demi kemaslahatan ummat. Masjid yang semula dimakmurkan, terpaksa diminimalisir jamaahnya, shaff sholat yang semula wajib dirapatkan, terpaksa harus diberi jarak, silaturahmi dan saling berkunjung yang semula dianjurkan, terpaksa dilarang dan diperintahkan untuk diam di rumah saja. Tak terkecuali saat Bulan Ramadhan, tidak ada buka bersama dengan kerabat, tidak ada tarawih berjamah di masjid, tidak ada mudik untuk silaturahmi, tidak ada gema takbir yang meriah, dan tidak ada sholat idul fitri sebagai perayaan bulan kemenangan.

Ramadhan tahun ini nampaknya bumi mulai membaik, sedikit demi sedikit kembali pulih, beranjak pada kehidupan baru yang lebih aman. Dengan tetap mentaati protokol kesehatan, pemerintah melonggarkan aturan-aturan yang sempat diterapkan saat pandemi. Kita mulai bisa bersilaturahmi, melaksanakan ibadah di masjid, melakukan  sesuatu di luar rumah dengan leluasa.  

Kondisi ini hendaknya disyukuri dan dimanfaatkan, setelah dua tahun bertemu Bulan Ramadhan dengan situasi berbeda, kini saatnya kita menyambut bulan suci dengan penuh suka cita, meningkatkan kualitas ibadah, dan mulai menata hati agar menjadi pribadi yang lebih baik. 

Ini bukanlah hal yang mudah, namun Bulan Ramadhan merupakan moment paling tepat. Seperti yang kita tahu, Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia, bulan berkah, dan bulan penuh rahmat. Setiap pahala dilipat gandakan, setiap dosa diampunkan, setiap doa dikabulkan. Ketika kita sungguh-sungguh melakukan ibadah maka Allah akan memudahkan kita untuk menata hati, terlebih lagi di bulan Suci.

Mengapa harus diawali dengan menata Hati? Hati adalah raja diri, yang menentukan baik dan buruknya diri manusia, sedangkan anggota badan lain adalah prajuritnya, ketika raja baik maka baik pulalah prajuritnya, begitu pun sebaliknya. Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah (segumpal daging) itu ialah hati.” (HR. Muslim).

Bukan hanya itu, Kualitas hati menjadi patokan bagi kita untuk mendapatkan rahmat dari Allah, di akhirat kelak yang akan dipertimbangkan bukan dari tingginya ilmu pengetahuan, banyaknya harta, atau kedudukan seseorang, melainkan tingkatan hati. seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an, surat  Asy-Syu’ara ayat 88-89, yang artinya: 

“Hari kiamat harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (Qolbun Salim)”.

Luar biasa sekali bukan, hati memiliki keistimewaan yang begitu besar, nilai seorang manusia terpusat dari hatinya. Tindak tanduk kita tergantung pada niat yang ada di hati, kebaikan dan keburukan sekecil atau sebesar apapun tergantung pula pada hati.

Ini yang menjadi alasan mengapa kita harus menata hati, agar kita menjadi hamba Allah yang selalu ada di jalannya, selalu mentaati perintah dan menjauhi larangannya, selalu meyakini bahwa hanya Allah yang menjadi satu-satunya Cinta Agung dan Nabi Muhammad menjadi satu-satunya idola.  

Semoga Ramdhan kali ini menjadi Ramadhan terbaik dari sebelumnya, dimana kita dapat memksimalkan setiap keistimewaan bulan suci yang Allah hadiahkan. Dengan berusaha meluruskan niat disetiap langkah kita, Allah akan memberikan nilai ibadah, kemudian hati kita akan senantiasa terpaut pada-Nya. Meyakini bahwa Allah azza wajalla yang mengatur segala kehidupan kita, sehingga kita akan merasa ikhlas dengan apa pun yang Allah takdirkan, mau itu yang baik atau yang buruk. Ketika mendapat kebaikan maka kita akan pandai bersyukur, dan ketika mendapat keburukan atau ujian makan kita akan sanggup bersabar. 

Aamiin ya Rabbal A’lamiin…