Follow Us

11,8 ribu cuitan Twitter menyebut kejadian di Polsek Astana Anyar pada Rabu pagi, 7 Desember 2022 lalu.  Insiden bom bunuh diri yang dilakuk...

Bom Bunuh Diri Bukan Syariat Islam



11,8 ribu cuitan Twitter menyebut kejadian di Polsek Astana Anyar pada Rabu pagi, 7 Desember 2022 lalu. 


Insiden bom bunuh diri yang dilakukan oleh eks napiter tersebut wujud berontak; menolak RKUHP dan mengatasnamakan jihad melawan orang musyrik/kafir. Bahkan QS. at-Taubah [9]:29 dijadikan landasan pelaku memberontak.

______________________________________________

Rentetan aksi bom bunuh diri di Indonesia semakin bertambah. Mulai dari ledakan serentak di 13 gereja tahun 2000 hingga yang terbaru, bom bunuh diri di Bandung awal Desember lalu.


Di antara deretan catatan aksi teror tadi di Indonesia mengatasnamakan "jihad melawan musuh Allah". Bahkan tak tanggung tanggung, sebagian dari mereka menyebut-nyebut ayat al-Qur'an sebagai landasan pemberontakan ini. 


Lantas, apakah benar Islam mensyariatkan demikian?


 Nash tentang jihad ada begitu banyak dalam al-Qur'an dan hadits Rasulullah saw. Namun perlu diperhatikan, memahami suatu syariat dalam Islam tidak bisa hanya berlandaskan satu nash saja, apalagi ditambah dengan pemahaman yang dangkal. Begitu pun dalam memahami syariat jihad. 


Menurut Muchlis M. Hanafi, kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur'an (LPMQ) Kemenag RI, istilah jihad termasuk satu di antara banyaknya istilah yang sering disalahpahami. Sering juga di-identik-kan dengan peperangan, angkat senjata, hingga kelompok ekstrem mengartikannya sebagai pemberontakan terhadap pemerintah thaghut atau dinilai kafir. 


Nyatanya, jihad dalam syariat Islam tidak hanya menghadapi musuh yang nyata (mujahadah al-'aduww azh-zhahir). Melainkan ada juga jihad melawan setan (mujahadah asy-syaithaan) dan jihad menghadapi hawa nafsu (mujahadah an-nafs). [Menurut ar-Raghib al-Ashfahani disadur dalam buku Damai Bersama Alqur'an karya Muchlis M. Hanafi).


Substansi kekafiran dalam Islam sangat jelas. Mereka yang tidak menetapkan hukum Allah hanya sampai pada kafir amal, bukan kafir aqidah, sebagaimana dijelaskan oleh Ibn 'Abbas r.a. dalam Tafsir Ibnu Katsir. Status mereka tetap muslim dan haram darahnya untuk diperangi maupun dibunuh.


Allah Swt. juga menegaskan dalam QS. at-Taubah [9]:5 dan 11, bahwa muslim yang bersyahadat, shalat, zakat, mereka tidak boleh diperangi meskipun para pendosa besar, tetapi mereka harus diperlakukan layaknya saudara seagama.


Bahkan dalam sabda Nabi saw.:


سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعرِفُونَ وَتُنكِرُونَ فَمَن عَرَفَ بَرِئَ وَمَن أَنكَرَ سَلِمَ وَلَكِن مَن رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُوهُم؟ قَالَ لَا مَا صَلُّوا


"Akan ada pemimpin-pemimpin yang kalian kenal tapi kalian mengingkari mereka. Siapa yang mengenali (dan tidak terbaa arus), maka dia terbebas dari dosa. Siapa yang mengingkari, maka dia selamat. Akan tetapi siapa yang empati dan mengikuti, maka dia tidak selamat. Lalu para shahabat bertanya: "Apakah kita boleh memerangi mereka?" Rasul saw. menjawab: "tidak boleh, selama mereka shalat." [Shahih Muslim kitab al-imarah bab wujubil-inkar 'alal-'umara` fima yukhalifus-syar'a no. 3445-3446].


Artinya, selama pemimpin suatu negara masih shalat, haram untuk diperangi, dan mereka bukanlah pemerintah _thaghut_ /kafir. Adapun jihad yang dapat dilakukan, yakni dengan jalan dakwah. Aspirasi tetap dapat disuarakan melalui persidangan ataupun jalur legal lainnya.


Demikianlah, bukti bahwa Islam menjunjung nilai-nilai perdamaian. Bukan ajaran yang memaksa dan separatis seperti yang digaungkan para teroris yang mengatasnamakan "jihad".

 Wal-Lahu ta'ala a'lam


Oleh : Hasya Dinan Hamidah

2 komentar: